Huh, sial benar aku malam ini. Baru ingin memulai mengerjakan tugas karanganku, sudah di ganggu oleh teriakan sumbang adikku di luar sana. Keterlaluan memang! Kulempar pulpen yang kupegang dengan kesal. Aku melangkah keluar kamar menemui Bian. Ia tampak asyik berdiri di atas kursi sambil membaca sajaknya keras-keras.
"Tidak bisakah kamu membaca puisi dengan pelan?!" hardikku kesal."Aku kan sedang belajar!"
"Mana ada yang membaca puisi dengan suara pelan. Memangnya baca komik?" balik Bian. Ia tidak peduli, malah bersiap-siap untuk membaca puisi kembali.
"Sebentar saja. Sampai aku selesai membuat tugas mengarangku."
"Tidak mau!"
"Atau aku robek kertas puisimu nanti!"
"Dila!"
Aku menoleh ke samping. Kulihat Ibu keluar dari kamarnya. Huh, Kalau sudah begini, aku tak berkutik.
"Biarkan adikmu berlatih. Besok gurunya mau menilai." tegur Ibu.
"Tapi Dila juga mesti menyelesaikan tugas mengarang untuk dikumpul besok.' kilahku memberi alasan.
"Ah, mengarang saja susah amat. Kamu kan sudah jago. Lagi pula masak dengan suara begitu saja terganggu? Aku tidak pernah merasa terganggu bila sedang belajar kamu menyanyi seperti orang kesurupan!" sahut Bian sengit.
Aku membalikkan tubuhku. Kutinggalkan Bian dan Ibu tanpa mengucapkan apa-apa lagi. Tak lama kemudian kembali terdengar teriakan sumbang adikku. Di dalam kamar aku cuma mencore-coret kertas karanganku. Rasanya aku ingin menangis. Bagaimana mungkin aku dapat mengerjakan tugasdari Bu Heni. Mengarang kan perlu suasana tenang?
Aku tak akan dapat memainkan imajinasiku. Kecuali.... Kecuali kulakukan itu? Daripada besok aku tidak mengumpulkan tugas. Semoga Bu Heni tidak mengetahuinya.
Segera kutuju lemari tempat kusimpan koleksi majalahku.Aku memilih satu karangan dari majalah terbitan terlama. Segera kusalin karangan itu.
Rabu pagi di kelas. aku segera mengumpulkan tugas-tugas begitu Bu Heni menyerukannya. Tadi ssebelum bel masuk berdering, sama sekali tak seorang pun yang kuizinkan membaca tugasku. Aku tidak mau kalau di antara mereka ada yang mengetahui tugasku hanyalah jiplakan. Bisa-bisa aku diejek habis-habisan. Soalnya yang mereka tahu aku ini memang jago mengarang, sering mengisi majalah dinding sekolahkku.
Bu Heni segera memeriksa tugas-tugas itu. Sementara kami sekelas diperintahkan untuk mengerjakan latihan dari buku paket. Hatiku tetap tidak bisa tentram, takut kalau-kalau Bu Heni pernah membaca karangan yang ku jiplak itu.
" Mukamu pucat, Dila. Sakit?" tanya Titi teman sebangkuku.
"Ah, aku sehat, kok."
Titi tidak terus bertanya meski kulihat ia tak begitu percaya dengan jawabanku. Aku malah bersyukur dengan hal itu.
Menjelang pelajaran Bahasa Indonesia usai, aku dikejutkan oleh suara Bu Heni yang memanggilku.
"Dila, istirahat nanti temui Ibu di ruang guru!" begitu seruan yang ku dengar
"Baik, Bu!" aku membalas. Hatiku semakin tidak tentram saja. Jangan-jangan Bu Heni mengetahui kecuranganku, Wah, gawat.
Pelajaran beritutnya benar-benar tidak dapat ku ikuti dengan baik.Pak Juhro yang mengajar PKN tidak menarik perhatianku. Ada perasaan takut dihatiku, menanti saat bel istirahat berdering.
KRING!!! KRING!!! KRING!!!
Bel istirahat terasa terdengar lebih cepat. Pak Juhro segera mempersikahkan kami istirahat.
Dengan perasaan tak menentu aku langsung berjalan ke ruang guru. Bu Heni langsung menyuruhku duduk di depannya begitu mengetahui kedatanganku.
"Ibu telah membaca tugas mengarangmu. Ternyata karanganmu adalah yang terbagus di antara yang lain. Kamu benar-benar berbakat menjadi pengarang," Bu Heni langsung membuka percakapan.
Aku mengangguk mendengar kata-kata itu. Jadi, Bu Heni belum mengetahui sama sekali aku telah berbuat curang.
"Ibu akan mengirimkan karanganmu ke majalah anak-anak," lanjut Bu Heni.
"Apakah karangan yang tadi dikumpulkan yang akan Ibu kirim?" tanyaku.
"Benar, Ibu kira karanganmu pasti dimuat."
"Apakah tidak bisa karangan saya yang lain saja, Bu?" tawarku. Aku kuatir, ya, kuatir karena karangan itu bukan karanganku. Bagaimana mungkin ada majalah yang mau memuat karangan jiplakan?
"Serahkan saja pada Ibu bila ada karanganmu yang lain ingin kamu kirim. Nanti biar Ibu sertakan sekalian.
Aku menunduk. Kegelisahanku kian menjadi-jadi. Aku memang tidak mungkin menyimpan kecurangan terlalu lama.
"Saya minta maaf, Bu. Sebenarnya...." agak ragu aku mengatakannya,"Sebenarnya karangan yang saya kumpulkan tadi bukan karangan saya. Saya telah....."
Aku memutuskan kalimatku karena ku lihat Bu Heni menarik napas kaget. Aku bersiap diri untuk mendengar kalimat yang akan keluar dari mulutnya.
"Mengapa kamu melakukan itu Dila?" tanya Bu Heni tenang tidak seperti yang aku duga.
Segera kuceritakan apa yang kualami semalam. Begitu lega rasanya ketika aku selesai bertutur panjang. Bu Heni pun tidak menghukumku karena aku mau mengakuinya. Aku mendapat pengalaman bahwa 'Menunda itu Masalah'.
Aku tak akan dapat memainkan imajinasiku. Kecuali.... Kecuali kulakukan itu? Daripada besok aku tidak mengumpulkan tugas. Semoga Bu Heni tidak mengetahuinya.
Segera kutuju lemari tempat kusimpan koleksi majalahku.Aku memilih satu karangan dari majalah terbitan terlama. Segera kusalin karangan itu.
Rabu pagi di kelas. aku segera mengumpulkan tugas-tugas begitu Bu Heni menyerukannya. Tadi ssebelum bel masuk berdering, sama sekali tak seorang pun yang kuizinkan membaca tugasku. Aku tidak mau kalau di antara mereka ada yang mengetahui tugasku hanyalah jiplakan. Bisa-bisa aku diejek habis-habisan. Soalnya yang mereka tahu aku ini memang jago mengarang, sering mengisi majalah dinding sekolahkku.
Bu Heni segera memeriksa tugas-tugas itu. Sementara kami sekelas diperintahkan untuk mengerjakan latihan dari buku paket. Hatiku tetap tidak bisa tentram, takut kalau-kalau Bu Heni pernah membaca karangan yang ku jiplak itu.
" Mukamu pucat, Dila. Sakit?" tanya Titi teman sebangkuku.
"Ah, aku sehat, kok."
Titi tidak terus bertanya meski kulihat ia tak begitu percaya dengan jawabanku. Aku malah bersyukur dengan hal itu.
Menjelang pelajaran Bahasa Indonesia usai, aku dikejutkan oleh suara Bu Heni yang memanggilku.
"Dila, istirahat nanti temui Ibu di ruang guru!" begitu seruan yang ku dengar
"Baik, Bu!" aku membalas. Hatiku semakin tidak tentram saja. Jangan-jangan Bu Heni mengetahui kecuranganku, Wah, gawat.
Pelajaran beritutnya benar-benar tidak dapat ku ikuti dengan baik.Pak Juhro yang mengajar PKN tidak menarik perhatianku. Ada perasaan takut dihatiku, menanti saat bel istirahat berdering.
KRING!!! KRING!!! KRING!!!
Bel istirahat terasa terdengar lebih cepat. Pak Juhro segera mempersikahkan kami istirahat.
Dengan perasaan tak menentu aku langsung berjalan ke ruang guru. Bu Heni langsung menyuruhku duduk di depannya begitu mengetahui kedatanganku.
"Ibu telah membaca tugas mengarangmu. Ternyata karanganmu adalah yang terbagus di antara yang lain. Kamu benar-benar berbakat menjadi pengarang," Bu Heni langsung membuka percakapan.
Aku mengangguk mendengar kata-kata itu. Jadi, Bu Heni belum mengetahui sama sekali aku telah berbuat curang.
"Ibu akan mengirimkan karanganmu ke majalah anak-anak," lanjut Bu Heni.
"Apakah karangan yang tadi dikumpulkan yang akan Ibu kirim?" tanyaku.
"Benar, Ibu kira karanganmu pasti dimuat."
"Apakah tidak bisa karangan saya yang lain saja, Bu?" tawarku. Aku kuatir, ya, kuatir karena karangan itu bukan karanganku. Bagaimana mungkin ada majalah yang mau memuat karangan jiplakan?
"Serahkan saja pada Ibu bila ada karanganmu yang lain ingin kamu kirim. Nanti biar Ibu sertakan sekalian.
Aku menunduk. Kegelisahanku kian menjadi-jadi. Aku memang tidak mungkin menyimpan kecurangan terlalu lama.
"Saya minta maaf, Bu. Sebenarnya...." agak ragu aku mengatakannya,"Sebenarnya karangan yang saya kumpulkan tadi bukan karangan saya. Saya telah....."
Aku memutuskan kalimatku karena ku lihat Bu Heni menarik napas kaget. Aku bersiap diri untuk mendengar kalimat yang akan keluar dari mulutnya.
"Mengapa kamu melakukan itu Dila?" tanya Bu Heni tenang tidak seperti yang aku duga.
Segera kuceritakan apa yang kualami semalam. Begitu lega rasanya ketika aku selesai bertutur panjang. Bu Heni pun tidak menghukumku karena aku mau mengakuinya. Aku mendapat pengalaman bahwa 'Menunda itu Masalah'.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar